Rajin Beribadah, Pintar di sekolah, Ikhlas Beramal

Senin, 03 Oktober 2011

Guru, Moralitas dan Politik


Guru adalah teladan dan panutan. Guru memegang peran penting sebagai penjaga moralitas bangsa. Guru mentransfer ilmu pengetahuan sekaligus budi pekerti yang baik kepada murid-muridnya dan masyarakat secara luas. Guru juga memiliki tugas untuk mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kemudian diabdikan kepada masyarakat. Terjalin hubungan dan ikatan yang erat antara guru, murid, dan masyarakat.Dalam masyarakat Jawa, dikenal bahwa guru merupakan akronim dari digugu dan ditiru, yang mengandung makna filosofis seorang guru harus diterima nasihatnya dan diikuti perilakunya. Dengan kedudukan seperti itu, seorang guru harus bertindak dengan penuh kehati-hatian. Sebab, masyarakat akan memberikan sanksi {punishment) yang berat jika ditemukan perilaku guru yang menyimpang dan melanggar norma yang berlaku dalam masyarakat.
Kedudukan istimewa yang dimiliki seorang guru menjadikannya memiliki pengaruh yang cukup kuat di tengah masyarakat Jumlah guru yang tersebar di seluruh Indonesia juga cukup besar. Apalagi kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan terus mengalami peningkatan. Dengan demikian, jumlah sekolah kian bertambah banyak. Profesi guru pada saat ini telah menjadi salah satu profesi prestisius karena tingkat kesejahteraan yang diperoleh seorang guru makin meningkat. Hal ini didukung oleh payung Undang-Undang Guru dan Dosen (UU RI No 14 Tahun 2005) yang meletakkan guru di tempat terhormat.Dengan potensi dan keistimewaan guru inilah yang menjadikan guru memiliki kekuatan politik cukup besar. Sebagaimana umumnya warga negara, guru juga berhak berpolitik. Guru memiliki hak untuk berorganisasi dan menyatakan pendapatnya Kekuatan politik guru pertama kali dihimpun melalui pendirian organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Surakartapada 25 November 1945, tepat 100 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik lndone-sia. Ada tiga tujuan utama pendirian PGRI. Pertama, membela dan mempertahankan Republik Indonesia (organisasi perjuangan). Kedua, memajukan pendidikan seluruh rakyat (organisasi profesi). Ketiga, membela dan memperjuangkan nasib guru khususnya dan nasib buruh pada umumnya (organisasi ketenagakerjaan).
Dalam perkembangan berikutnya, menjelang keruntuhan Orde Lama, PGRI mendirikan PSPN (Persatuan Serikat Pekerja Pegawai Negeri). PSPN akhirnya bergabung menjadi KSBM (Kerja Sama Buruh Militer). KSBM inilah yang menjadi cikal bakal Sekber Golkar (Sekretariat Bersama Golongan Karya) 1964. Keterlibatan aktif PGRI dalam Golkar terus dijalani selama pemerintah Orde Baru. Tak mengherankan kalau selama pemerintah Orde Baru, mayoritas guru secara politik berafiliasi dengan Golkar.Perubahan besar terjadi ketika arus reformasi di negeri ini berhasil meruntuhkan kekuasaan Orde Baru. Hal ini berdampak pada PGRI yang pada tahun 1998 dalam Kongres PGRI XVIII diputuskan bahwa PGRI keluar dari Golkar dan PGRI menyatakan diri kembali sebagai organisasi perjuangan (cita-cita proklamasi kemerdekaan dan kesetiaan PGRI hanya kepada bangsa dan NKRI), organisasi profesi (meningkatkan kualitas pendidikan) dan organisasi ketenagakerjaan (kembali sebagai serikat pekerja guru/teachers union).
Keluarnya PGRI dari Golkar temyata tidak sepenuhnya menjadikan PGRI benar-benar melepaskan diri dari aktivitas politik praktis. Terbukti bahwa dalam Pemilu 2009 Ketua Umum PB PGRI Sulistyo berhasil memenangi kontestasi dan menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Langkah Sulistyo ini mengikuti Sudhartoyang berhasil menjadi anggota DPD RI pada Pemilu 2004. Dengan jaringan PGRI yang menjangkau seluruh wilayah Indonesia, tentu saja akan memudahkan tokoh-tokoh PGRI dalam menggalang dukungan politik demi meraih kursi kekuasaan.Keterlibatan aktif PGRI yang mewakili kaum guru dalam politik praktis tentu bukanlah suatu kesalahan atau bernilai negatif Aspirasi kaum guru akan lebih mudah disalurkan apabila kaum guru memiliki wakil di lembaga legislatif yang berasal dari kalangan guru sendiri. Di samping itu, dengan memiliki wakil di lembaga legislatif, maka perjuangan kaum guru pada level penentuan kebijakan negara di tingkat pusat bisa diwujudkan.
Kebijakan pemerintah yang telah mengalokasikan dana sebesar 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk bidang pendidikan merupakan salah satu bentuk keberhasilan dari perjuangan aspirasi guru selama bertahun-tahun. Dengan realisasi 20 persen dana APBN untuk pendidikan, diharapkan akan membawa manfaat yang besar terutama bagi rakyat miskin yang selama ini tidak bisa menikmati pendidikan formal. Dengan demikian, pendidikan dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat Hal ini penting karena kunci kemajuan sebuah bangsa terletak pada kemajuan mutu pendidikannya dan guru adalah tokoh kuncinya.Dalam konteks ini guru menjadi lokomotif pendidikan yang akan membawa bangsa ini dalam perjalanan menuju kondisi yang iebih baik. Pendidikan itu sendiri merupakan bagian dari proses budaya sehingga harus mampu menopang kukuhnya budaya bangsa.
Perjuangan penting lainnya yang perlu dilakukan oleh guru, terutama oleh wakil-wakilnya yang duduk di lembaga-lembaga pemerintahan, adalah mengatasi masalah kebodohan dan kemiskinan bangsa ini. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang dipublikasikan pada Maret 2007 menunjukkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia sebesar 16,58 persen atau 37,17 juta jiwa dari seluruh penduduk Indonesia. Sedangkan versi Bank Dunia (World Bank) menyebutkan, angka kemiskinan di Indonesia mencapai 49,5 persen atau 109 juta jiwa. Di samping itu, Bank Dunia juga menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat 12 juta penganggur terbuka dan 30 juta setengah penganggur.Dari sinilah dapat dilihat bahwa problem kemiskinan di Indonesia telah berada pada titik yang mengkhawatirkan. Kemiskinan terjadi karena kebodohan dan sebaliknya. Pendidikan adalah salah satu solusi terbaik untuk mengatasi kemiskinan dan menghilangkan kebodohan.
Peran guru sangat besar dalam membangun bangsa ini. Kualitas bangsa ini ditentukan oleh kualitas guru. Di manapun guru berada, baik di sekolah, di rumah, maupun di tengah masyarakat, peranan mereka tetap sama yakni sebagai pendidik. Demikian pula dengan guru yang terjun dalam dunia politik praktis, memiliki peran yang sama dengan guru lainnya, yakni mendidik dan memberikan teladan yang baik dalam berpolitik. Dengan keteladanan yang baik dari guru, diharapkan bangsa ini akan makin menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang unggul, berbudaya, dan bermartabat"
Semoga bermanfaat..!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar